Minggu, 05 Mei 2013

BAB 5 (ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI)


Hukum Perjanjian

Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, dengan kata lain perjanjian merupakan perbuatan hukum untuk mendapatkan seperangkat hak dan kewajiban dengan pihak lain beserta segala konsekuensinya.

i.              Standard Kontrak
Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Biasa juga disebut sebagai perjanjian baku. Standar Kontrak memiliki ciri-ciri sbb:
Ø Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang berposisi (ekonomi) kuat
Ø Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menetukan isi perjanjian
Ø Terbentur oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian itu
Ø Bentuk tertentu (tertulis)
Ø Dipersiapkan secara massal dan kolektif

ii.              Macam-macam Perjanjian
1.      Perjanjian bernama
 merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain. 
2.      Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam KUH Perdata
Jadi, dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.

iii.              Syarat Sahnya Perjanjian
Berikut ini syarat sahnya perjanijan, yaitu sbb :
Ø  Terdapat kesepakatan antara dua pihak
Ø  Kedua belah pihak mampu membuat perjanjian
Ø  Terdapat suatu hal yang dapat dijadikan sebuah perjanjian
Ø  Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar
Selain itu, sebuah perikatan atau perjanjian dapat dikatakan sah jika telah memenuhi dasar dan syarat-syaratnya. Berikut ini syarat sah sebuah perjanjian yang harus diperhatikan pada saat membuat surat perjanjian :
1.       Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
·         Unsur paksaan (dwang
·          Unsur kekeliruan (dwaling). Baik kekeliruan pada subjek hukum (orang) maupun pada objek hukum (barang). 
·          Unsur penipuan (bedrog)
2.       Kecakapan.untuk membuat suatu perikatan. Seseorang dikatakan tidak cakap jika meliputi: 
·         Orang –orang yang belum dewasa
·         Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan 
·         Mereka yang telah dinyatakan pailit
·         Orang yang hilang ingatan
3.       Suatu hal tertentu
4.       Suatu sebab yang halal (causa yang halal)

iv.              Saat Lahirnya Perjanjian
Menurut teori penerimaan (Ontvangtheorie) lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama.

v.              Pelaksanaan dan Penghapusan Perjanjian
Ada beberapa cara hapusnya perjanjian :
a)        Ditentukan dalam perjanjian oelh kedua belah pihak. Misalnya : penyewa dan yang menyewakan bersepakat untuk mengadakan perjanjian sewa menyewa yang akan berakhir setelah 3 tahun. 
b)        Ditentukan oleh Undang-Undang. Misalnya : perjanian untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan ditentunkan paling lama 5 tahun.  
c)         Ditentukan oleh para pihak dan Undang-undang. Misalnya : dalam perjanjian kerja ditentukan bahwa jika buruh meninggal dunia perjanjian menjadi hapus. 
d)        Pernyataan menghentikan perjanjian. Hal ini dapat dilakukan baik oleh salah satu atau dua belh pihak. Misalnya : baik penyewa maupun yang menyewakan dalam sewa menyewa orang menyatakan untuk mengakhiri perjanjian sewanya.
e)        Ditentukan oleh Putusan Hakim. Dalam hal ini hakimlah yang menentukan barakhirnya perjanjian antara para pihak.
f)          Tujuan Perjanjian telah tercapai. Misalnya : dalam perjanjian jual beli bila salah satu pihak telah mendapat uang dan pihak lain telah mendapat barang maka perjanjian akan berakhir. 
g)        Dengan Persetujuan Para Pihak. Dalam hal ini para pihak masing-masing setuju untuk saling menhentikan perjanjiannya. Misalnya : perjanjian pinjaman pakai berakhir karena pihak yang meminjam telah mengembalikan barangnya.

Referensi :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar